Surat untuk Gie

Herman Lantang, kita dan para penggiat alam bebas mengenalnya sebagai salah satu pendiri Mapala UI dan pernah menjabat sebagai ketuanya pada tahun 1972 – 1974. Dia adalah sahabat dari Soe Hoek Gie yang pernah menjadi inspirator gerakan demo long march mahasiswa UI untuk menggulingkan pemerintahan Soekarno pasca G30 S dan semasa Tritura.

www.belantaraindonesia.org

Herman Lantang adalah mantan mahasiswa jurusan Antropologi di FSUI dan juga mantan ketua senat Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada tahun 60 an.

Belakangan ini, perhatian Herman banyak tertumpah ke buku yang sedang digarapnya yang membahas 85 gunung di Pulau Jawa, termasuk gunung – gunung kecil macam Gunung Sanggabuana di Karawang Jawa Barat.

Persahabatan pun menjadi nilai yang sangat mahal baginya. Setiap kenangan terukir dalam pikirannya hingga terbesit dan menuliskan sebuah surat untuk sahabatnya.

Walaupun persahabatannya dengan Soe Hok-Gie hanya berlangsung kurang dari 6 tahun, yaitu sampai akhir hayatnya, tetapi Herman telah saling membina dalam nilai – nilai dasar hidup yaitu Takut akan Tuhan dan mencintai Tuhan serta ciptaan – Nya.

Adapun Nilai – nilai Dasar dalam kehidupan ini sangat mempengaruhi Gaya Hidupnya- “My way of Life”, dan melalui tulisan, pemikiran dan teladan yang diberikan Soe Hok Gie semasa hidupnya.

Soe yang baik,

Gak terasa ya udah 44 tahun lu berangkat tinggalin kita, ternyata gue sekarang udah menjelang umur 74, Soe. Jadi udah tua, tapi gue yakin Tuhan masih makai gue, Tuhan punya maksud memberi gue umur panjang, gak kayak lu dipanggil cepat. Dan, lu juga memberi dampak yang hebat buat orang – orang.

Gak terasa Soe, sorry gue sih niatnya masih pingin napak tilas ke Semeru, pasti masih bisa, walaupun gue sekarang udah patah kaki, pakai dua tongkat, udah stroke. Tapi gue yakin gue bisa, cuma satu, kondisi gak memungkinkan, gue harus terbang ke Malang dan pakai mobil ke arah Ranu Pane, baru gue jalan, bisa.

Berapa lama pun gue bisa naik turun Semeru, gue yakin bisa. Tapi kondisi gak memungkinkan, jadi terpaksa untuk tahun ini kita gak tapak tilas tapi datang ke tempat nisan lu, di Taman Prasasti, untuk ngumpul dan ngenang akan kebesaran Tuhan.

Gua prihatin Soe, Mapala UI sekarang gak memperingati ultah Mapala tanggal 12 yang lalu. Dan juga Mapala tidak buat acara untuk peringatan kepergian kalian 16 Desember. Tapi, that’s life ! Itu lah hidup, yang penting kita teman – teman lu masih tetap mengenang lu dan menjadi kenang – kenangan indah. Dan, menjadi satu pelajaran buat kita semua akan kebesaran Tuhan.

Di Taman Prasasti udah keren banget Soe, yang aslinya lu cuma punya nisan, “Nobody Knows The Trouble I’ve Seen” ( Negro Spiritual Song ). Yang lainnya udah dipugar secara keren untuk umum, tamannya bagus, tempatnya bagus, tenang.

Gue kemari tadi pagi, Joyce berangkat ke Cikini. Joyce bini gua, lu gak tahu kan gua akhirnya kawin juga?, dia jaga kemenakannya Retno Momoto, bininya Benny Mamoto yang tahun 1970 pernah ikut tapak tilas ke Semeru.

Gue sendirian di sini, tapi gua senang ditemanin teman – teman pecinta alam yang mengagumi lu, sialan! Emosi lagi kumat!, terima kasih Soe, ( menangis, suara tertahan beberapa detik ), lu menjadi teladan ( nangis lagi ) buat generasi penerus ( nangis ) walau lu udah gak ada, tapi pemikiran lu menjadi panutan orang – orang ( suara terbata – bata ).

Gua sedih, soal peristiwa Semeru, ada orang yang masukin ke

Facebook

dan orang – orang yang gak ngerti kita, gak ngerti persahabatan kita, mancing – mancing supaya gua panas, sebab kelemahan gue dari dulu kan gitu, cepet marah dan panas. Tapi puji Tuhan, gue dikaruniakan kebijaksanaan makin tua dan kesabaran dan gue belajar untuk jadi humble.

Gue sampai sekarang masih punya niat untuk datang ke Semeru, malah dengan Joyce punya niat untuk ke puncak Cartenz, itu bisa. Eh by the way, itu rumah kita mau dijual, dan kalau sudah laku bakal pindah ke Curug Nangka di Bogor.

Di situ gua akan dirikan perpustakaan, Benny Mamoto almarhum punya buku banyak kayak lu kan, buku – buku terlarang, Lenin, Mau Tse Tung, Bung Karno, Tan Malaka, kayak buku lu, untuk perpustakaan umum. Sayang, buku lu yang di Yayasan Mandalawangi gak jelas entah kemana.

Oke, itu aja, ya semacam berkeluh kesah. Kayak lu kan biasa begitu sama gue. Ok Gie, sampai ketemu di sana. Tungguin gue ya,,

Bye...

Sahabatmu,
Herman Onesimus Lantang-

Leave a comment